Bongkar Pikiran: Mimpiku dan Dunia Kita

Hai, apa kabar? (sending all my love to you 😆)
Aku mau menulis tentang mimpi. Apa kamu punya mimpi? Kalau iya, selamat ya karena itu berarti kamu sudah tertidur. Kalau tidak, berarti kamu masih belum mengantuk. Haha apasih. Bercanda cuy.
Kuulangi lagi deh pertanyaannya. Apa kamu punya mimpi? Hmm klasik.
Sebenarnya apa sih mimpi itu? Apa itu sejenis bunga tidur yang mendobrak dari alam bawah sadar kita? Atau itu merupakan sesuatu yang benar-benar kita inginkan dalam kehidupan kita yang sementara di dunia ini? Menurut KBBI sih (ciah KBBI), ada dua pengertian mimpi. Pertama, mimpi adalah sesuatu yang terlihat atau dialami dalam tidur. Kedua, mimpi adalah angan-angan. Jadi, mari kita samakan persepsi kita kalau mimpi yang dimaksud di sini adalah angan-angan. Oke? Yoi siiip
Dulu sekali, sewaktu aku masih muda, seseorang pernah berkata bahwa sebenarnya mimpi dan cita-cita itu hampir sama, perbedaannya hanya tipis saja. Nah, apa bedanya mimpi dan cita-cita itu? Kata orang itu sih cita-cita adalah ketika kamu memiliki sesuatu untuk didapatkan atau diraih dan kamu sudah tahu apa yang akan kamu lakukan untuk mendapatkannya. Sedangkan kalau mimpi, kamu memiliki sesuatu untuk didapatkan atau diraih, tetapi kamu tidak tahu bagaimana cara meraihnya. Contoh mudahnya begini, misalkan aku ingin punya padi gemuk yang masih terangguk-angguk pada tangkainya di hamparan sawah yang luas (buat cuci mata, haha gak deng), padahal aku cuma orang kota yang bahkan tidak tahu apa-apa tentang menanam, apalagi menanam padi. Nah, keinginan untuk memiliki pohon padi di sawah itu merupakan mimpi bagiku sebagai orang kota yang awam. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa tentang proses menanam padi ini, sehingga aku pun juga tidak tahu bagaimana mewujudkan mimpiku itu. Nah, suatu saat ketika aku sudah tahu kalau menanam padi itu awalnya harus ada sawah yang cukup pengairan dan gembur, harus ada bibit dan lain-lain, bibitnya harus ditanam di sawah dan dirawat dan sebagainya, mimpiku telah menjadi cita-cita. (Muter-muter ya? haha yaudah semoga kamu gak pening) Intinya perbedaannya di sini:
cita-cita: kamu tahu cara mendapatkannya;
mimpi: kamu tidak tahu cara mendapatkannya.
Setelah membaca tentang perbedaan mimpi dan cita-cita di atas, aku mau tanya sekali lagi, apa kamu punya mimpi?
Kalau kamu teringat akan satu hal ketika selesai membaca pertanyaan itu, itulah mimpimu, selamat kamu sudah punya mimpi. Simpan baik-baik mimpimu itu, genggam erat, jangan sampai terjatuh! Kenapa begitu? Karena punya mimpi itu menyenangkan hehe, mimpi itu yang membedakan kamu dari orang lain. Mimpi itu yang akan menuntunmu untuk menyelam ke dalam dirimu sendiri dan menghiburmu dari kejamnya kenyataan yang tak tertahanakan. Karena mimpi, tidak seperti cita-cita, tidak menuntut kamu untuk segera meraihnya. Ya, bahkan mimpi itu akan semakin menyenangkan kalau jalan untuk meraihnya benar-benar tertutup tembok besi yang tinggi sekali.
Kalau kamu masih tidak tahu apa mimpimu, sedih sekali karena aku tidak bisa membayangkan bagaimana orang akan hidup tanpa mimpi. Jangan takut memiliki mimpi karena seperti kata Bung Karno, "Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang." Dan mimpi itu bukan kriminal (kecuali kalau mimpimu itu berkaitan dengan kejahatan dan mengganggu kesejahteraan manusia lain di bumi kusarankan, lebih baik kamu lupakan saja mimpimu itu dan ganti dengan yang lebih keren). Jadi, ayo buat mimpimu sekarang. Kuberi waktu lima tahun, eh gak deng, lima detik aja ya. Udah? Oke udah. Yee, sekarang kamu sudah punya mimpi.
Sebenarnya, berbicara tentang mimpi begini membuatku sedih. Senang juga sih, tapi tetap saja sedih dan menyedihkan. Senang saja karena aku mempunyai sesuatu yang menuntunku untuk kembali ke dalam diriku ketika seluruh dunia terasa palsu. Senang saja ketika aku memiliki sesuatu untuk dipikirkan selain kenyataan. (ouch) Sedih? Kenapa mimpiku menyedihkan? Karena mimpi itu tidak nyata dan benar-benar hanya sekadar khayalan. Setidaknya bagiku untuk sekarang ini, entah kalau beberapa hari ke depan. (Siapa tau wkwk)
Apa sih yang kubicarakan itu? Seperti apa sih mustahilnya mimpiku itu? Mari kuajak kamu menyelam ke dalam otakku.
Simpel aja sih kalau dijelaskan pakai kalimat, "Aku ingin keliling dunia jalan kaki." (Beneran, aku aja nahan ketawa pas nulis ini) Namun, sayangnya tidak semudah dan sesederhana itu. Yang kumaksud keliling dunia di sini bukan jalan-jalan dan berwisata seperti ketika liburan. Bukan, bukan begitu karena kalau cuma wisata seperti itu, aku sudah tahu caranya ("tinggal" kumpulkan uang yang banyak sewaktu muda, terus senang-senang di hari tua). Selain itu, aku pasti akan ditarik kembali ke dalam sistem manusia kalau cuma "berwisata" keliling dunia.
Ya, mimpiku ini memang sangat sangat mustahil. Kenapa? Karena dengan keliling dunia itu, aku ingin belajar tentang apapun yang akan diajarkan dunia dan seisinya kepadaku. Jelas sekali ini tidak mudah karena belajar kepada dunia itu akan membutuhkan waktu seumur hidupku. Dengan pelajaran yang ingin kuraih dari dunia itu, harus ada harga yang kubayar dan itu tidak murah. Bukan hanya materi yang kubicarakan di sini, tetapi aku dan seluruh hidupku. Ya, aku memang harus membayarnya dengan seluruh hidupku.
Akan sangat sulit kalau aku akhirnya benar-benar memutuskan untuk mewujudkan mimpiku ini karena dunia yang kuketahui hanyalah di dalam otakku, aku tidak tahu bagaimana dunia yang sebenarnya. Aku juga tidak tahu dari mana atau bagaimana akan mengawalinya. Bayangan aku yang meninggalkan rumah, jauh dari rumah, dan tidak pulang  ke rumah saja sudah bisa membuatku ngeri haha. Jujur saja aku tidak punya keberanian untuk mewujudkan mimpiku itu. Aku tidak punya keberanian untuk jauh dari rumah, aku tidak punya keberanian untuk keluar dari tatanan masyarakat, dan aku tidak punya keberanian untuk menyalahi sistem. Haha dasar aku!
Berbicara tentang sistem, rasanya aku memiliki sesuatu untuk dituliskan tentang sistem manusia. Sebenarnya aku takut dengan sistem manusia dan aku ingin bebas darinya. Bebas dari sistem manusia yang kumaksudkan ini bukan berarti harus mengasingkan diri ke gunung dan tidak bertemu dengan manusia sama sekali, tetapi hanya bebas dari sistemnya. Nah, apa yang kumaksud dengan sistem manusia ini? Ternyata yang kumaksud dengan sistem manusia ini adalah tuntutan-tuntutan bersifat keduniawian yang berkembang dalam masyarakat. Contohnya seperti: kamu harus kuliah, jadi mahasiswa berprestasi, terus lulus, terus dapat pekerjaan, terus jadi wirausahawan muda, terus jadi kaya, terus punya rumah, terus menikah, terus punya anak, terus jadi sukses, terus jadi miliarder, terus, terus, dan terus (memang tidak ada yang mengucapkannya atau menuliskannya, tetapi dengan mudah bisa diketahui kalau tuntutan-tuntutan itu memang nyata). Bagaimana kalau aku cuma ingin menanam padi, terus bermanfaat buat ibuku, agama, nusa, dan bangsaku? Bagaimana kalau tujuanku hidup itu "cuma" biar bisa meninggal dalam kedamaian? Hahaha, rasanya tidak ada yang bisa menerimanya (bahkan mungkin juga ibuku) kalau cuma "sesederhana" itu.
Sedih sekali sebenarnya karena sedikit demi sedikit rasanya aku telah terseret oleh kenyataan. Namun, apa yang bisa kulakukan? Aku adalah manusia, aku adalah bagian dari masyarakat, dan aku pasti akan masuk ke dalam sistem, suka atau tidak suka.
Nah, di sinilah mimpiku itu berperan. Karena mimpiku itu cuma khayalan dan sukarnya bukan buatan untuk diraih, aku jadi punya sesuatu yang bisa menunjukkan kalau aku masih menjadi diriku sendiri walaupun sudah terseret sistem. Senangnya lagi, mimpi ini tidak perlu kuwujudkan karena dari berbagai sudut, ini memang cuma mimpi. Mimpi ini biar cuma jadi hiburan buatku untuk lari dari kenyataan. Biar saja ini cuma jadi mimpi yang tidak akan pernah bisa kuraih. Kalaupun sampai bila bila mimpiku ini tetap kugenggam sepanjang hidupku dan kemudian aku mati, biarkan saja dia masuk ke liang kubur bersamaku.
Hahaha, semoga tidak ada yang membaca ini.

Komentar